Tak
terasa sebulan lagi Ramadhan kembali menyapa. Tepatnya menyapa ku dan dirimu.
Mungkin kau tak tahu bahwa bulan penuh berkah itu selalu menyapaku. Kau harus
percaya bahwa bulan itu selalu berbisik mesra padaku dan menyuratkan kabar
bahwa akan ada pesta kembang api yang tak kan pernah henti meluncurkan
sinar-sinar suci. Ini kedengarannya mustahil dan aneh bagimu, tapi percayalah..
Oia, selamat atas
kesabaranmu menanti hari di mana kau baru boleh membuka amplop biru ini. Aku
tahu, sekarang bukan jaman surat menyurat lewat burung merpati. Aku juga tak
mengirimkannya lewat media sosial ataupun media personal. Kau tahu kan media
personal, di mana media itu berfungsi saat kau dan aku empat mata. Ah iya, aku
ingat betul wajahmu yang manis dan senyummu yang puitis.
Ramadhan telah siap
membuka pintu gerbang, membuka pemandangan kembang api suci di hitamnya langit cakrawala.
Kau ingat saat kita menjadi pasukan putih abu-abu? Aku mengajakmu menikmati
kembang api suci di bukit dekat surau selepas sholat tarawih. Awalnya kau
menolak ajakanku, ah iya.. aku lupa bahwa kau memang benar-benar menjaga diri
demi calon imammu kelak. Namun bersama Mawar, Hawa, dan Yusuf, aku pun sukses
mengajakmu.
Kita berlima duduk di
bukit tertinggi. Menanti percikan kembang api suci itu terlahir. Canda tawamu
tak pernah henti mewarnai malam. Kesunyian bukit itu seakan hilang dilahap
malam. Mengobarkan api yang sedari tadi diam mengagumi senyummu. Ah, Gadis..
senyummu selalu puitis di mataku. Saat itu aku benar-benar ingin menghentikan sang
Waktu. Membekukan suasana di mana kau tersenyum padaku.
Kau ingat saat ku
berteriak mengucapkan percikan kembang api suci, lalu tiga teman kita pun
sekejap diam membisu dan hanya melengkungkan garis di antara dua tebing pipi
mereka. Dan kau tau Gadis, saat itu aku percaya akan mitos ini, ya mitos ini!
Berucap harap saat percikan kembang api suci itu terlahir. Dan seketika aku pun
memejamkan mata dengan hati menggema, “ Ku harap suatu saat, aku dapat menjadi
imammu Gadis. Aamiin”
Mungkin bagimu aku berlebihan,
namun bukankah saat ini kau telah ku pinang dengan Bismillah... Jika ada kata
lebih dari bahagia, maka kata itulah yang akan ku lisankan padamu. Dan kemarin
lusa, tepat di hari jadi pernikahan kita.. aku membawamu ke bukit itu lagi.
Mengajakmu menikmati percikan kembang api suci. Aku tak mengajak ketiga teman
kita kala putih abu-abu, aku hanya mengajakmu seorang. Bukankah saat ini kau
telah halal bagiku Gadis..
Dan seperti biasa..
sesampainya kita di bukit tertinggi, aku duduk di sampingmu. Bukan di samping
Yusuf lagi, bukankah saat ini kau telah halal bagiku Gadis.. Percikan kembang
api suci pun muncul, aku kembali memejamkan mata dan kini ku berharap, “Aku
ingin hidup dalam nafasmu selamanya”.
Kau boleh menganggap
harapanku berlebihan. Kau tahu sayang.. Aku hanya tak mampu bila harus
melihatmu memuntahkan darah setiap waktu. Biarkan hatiku hidup dalam nafasmu. Karna
seluruh cintaku telah terakumulasi dalam hatiku. Maafkan aku yang terlalu egois,
tak menceritakan vonis gagal ginjalku yang dokter berikan padaku kala itu.
Dariku, lelaki yang pernah menjadi imammu.
Yang cintanya tak lekang oleh waktu. Yang hatinya akan hidup dalam nafasmu.
Oia, selamat atas
kesabaranmu menanti hari di mana kau baru boleh membuka amplop biru ini. Aku
tahu, sekarang bukan jaman surat menyurat lewat burung merpati. Aku juga tak
mengirimkannya lewat media sosial ataupun media personal. Kau tahu kan media
personal, di mana media itu berfungsi saat kau dan aku empat mata. Ah iya, aku
ingat betul wajahmu yang manis dan senyummu yang puitis.
Ramadhan telah siap
membuka pintu gerbang, membuka pemandangan kembang api suci di hitamnya langit cakrawala.
Kau ingat saat kita menjadi pasukan putih abu-abu? Aku mengajakmu menikmati
kembang api suci di bukit dekat surau selepas sholat tarawih. Awalnya kau
menolak ajakanku, ah iya.. aku lupa bahwa kau memang benar-benar menjaga diri
demi calon imammu kelak. Namun bersama Mawar, Hawa, dan Yusuf, aku pun sukses
mengajakmu.
Kita berlima duduk di
bukit tertinggi. Menanti percikan kembang api suci itu terlahir. Canda tawamu
tak pernah henti mewarnai malam. Kesunyian bukit itu seakan hilang dilahap
malam. Mengobarkan api yang sedari tadi diam mengagumi senyummu. Ah, Gadis..
senyummu selalu puitis di mataku. Saat itu aku benar-benar ingin menghentikan sang
Waktu. Membekukan suasana di mana kau tersenyum padaku.
Kau ingat saat ku
berteriak mengucapkan percikan kembang api suci, lalu tiga teman kita pun
sekejap diam membisu dan hanya melengkungkan garis di antara dua tebing pipi
mereka. Dan kau tau Gadis, saat itu aku percaya akan mitos ini, ya mitos ini!
Berucap harap saat percikan kembang api suci itu terlahir. Dan seketika aku pun
memejamkan mata dengan hati menggema, “ Ku harap suatu saat, aku dapat menjadi
imammu Gadis. Aamiin”
Mungkin bagimu aku berlebihan,
namun bukankah saat ini kau telah ku pinang dengan Bismillah... Jika ada kata
lebih dari bahagia, maka kata itulah yang akan ku lisankan padamu. Dan kemarin
lusa, tepat di hari jadi pernikahan kita.. aku membawamu ke bukit itu lagi.
Mengajakmu menikmati percikan kembang api suci. Aku tak mengajak ketiga teman
kita kala putih abu-abu, aku hanya mengajakmu seorang. Bukankah saat ini kau
telah halal bagiku Gadis..
Dan seperti biasa..
sesampainya kita di bukit tertinggi, aku duduk di sampingmu. Bukan di samping
Yusuf lagi, bukankah saat ini kau telah halal bagiku Gadis.. Percikan kembang
api suci pun muncul, aku kembali memejamkan mata dan kini ku berharap, “Aku
ingin hidup dalam nafasmu selamanya”.
Kau boleh menganggap
harapanku berlebihan. Kau tahu sayang.. Aku hanya tak mampu bila harus
melihatmu memuntahkan darah setiap waktu. Biarkan hatiku hidup dalam nafasmu. Karna
seluruh cintaku telah terakumulasi dalam hatiku. Maafkan aku yang terlalu egois,
tak menceritakan vonis gagal ginjalku yang dokter berikan padaku kala itu.
Dariku, lelaki yang pernah menjadi imammu.
Yang cintanya tak lekang oleh waktu. Yang hatinya akan hidup dalam nafasmu.
Dariku, lelaki yang pernah menjadi imammu.
Yang cintanya tak lekang oleh waktu. Yang hatinya akan hidup dalam nafasmu.
kunjungan balik nya ya??
BalasHapushttp://wijayaputra77.blogspot.com/
oke dek.. meluncur. :)
Hapuskata kata terakhirnyaaa, greget banget
BalasHapusudah ngalahin lagunya Sherina belum?
Hapuswah tajam menyentuh hati jadi berkhayal pnya seseorang yang halal
BalasHapusuntung gak nusuk hati ya..
Hapuscie,, ngimajinasi seseorang, aku bukan? :D
wuhu keren banget nih kata2 terakhirnya. AJIB!!!
BalasHapusmasak sih..
Hapusmenyentuh sangat :')
BalasHapusuhuuy... sangat yak? beneran..?
Hapusand den I dont know what to say. speechless.
BalasHapus*pukpuk*
Hapus*Peluk*
*Kecuph*
>>speechless
Maaf saya nggak baca seluruhnya. Karena, jujur, begitu lihat paragraf semua isinya tanpa dialog, saya udah bosan duluan. Dont tell, show!
BalasHapusKeep writing ya. :)))
yes!! akhirnya ada saran yang mendarat.. :))
Hapusmakasih ya .. :)))
dalam banget! keren
BalasHapushalah, masak..?oke mkasih Rey..
Hapushai mbak, aku nominasiin kamu di Liebster Award 2014. cek postingan di sini ya:
BalasHapushttp://didotanindita.blogspot.com/2014/06/liebster-award-2014.html
okesiph! :)))
Hapuscie haha :p *komentar macam apalah ini*
BalasHapusLis..? *megang jidatnya*
Hapus