Sabtu, 03 Mei 2014

Punggung aspal tua

Kaki bukit masih berjalan di samping kananku. Pepohonan dengan berbagai lekuk tubuh yg berbeda, rumah-rumah dengan keindahan arsiteknya, dan tiang listrik dengan tembaga yg terbalut rapi tak lelah menyelingi pandanganku untuk menikmatinya. Ah, biarlah.. masih ada awan putih yg membawa pandanganku menemui langit biru tanpa sedikitpun terukir pilu. Entah mengapa hari ini tak sedikitpun awan kelabu menyapaku, hanya lengkung senyum mentari yg sedari pagi menghampiri.


Ribuan meter telah  dilahap Sang waktu. Kini yg tampak tak hanya bukit di kananku, namun di kiri bahkan di mukaku. Ini membuat suasana berubah menjadi lorong panjang dengan kesejukan yg tak dapat kuelakkan. Tak lama cahaya terang muncul dengan perlahan dari kejauhan. Membawa ragaku ke jalanan aspal tua dengan bentangan tubuh-tubuh padi di kananku, dan laut lepas sumber PLTU PAITON di kiriku. Ah, bagaimana ku harus menorehkan perasaan yg begitu kagum akan ciptaan-Nya di ladang subur ini. Sungguh! Beberapa detik saat pemandangan itu berjalan menjahuiku, hanya kata Subhanallah-lah yg terucap untuk mewakili semua rekaman memori indah ini.
 
Decitan rem tanpa permisi sekejap merubah kecerian pasukan putih abu-abu menjadi kegaduhan yg tak dapat diheningkan. Ah iya, memang begitulah ekspresi cucu-cucu Adam yg masih mencari jati diri. Begitu riuh dengan kekilafan penggerak mesin dengan 4 roda besar yg ku tumpangi. Entah untuk berapa kali hal itu terulang lagi, hingga senja datang menyapa.
 
Ia selalu menggelapkan langit biru tanpa sendu, membiaskan warna merah pada paras awan-awan putih yg terlihat letih. Ah, senja .. kau begitu menghangatkan bumi, namun mengapa kau terlalu lemah untuk lebih lama berada di dekatku? Bukankah ini begitu indah untuk kita nikmati? bukankah rasa hangat dapat mengusik penat yg menyengat? Ahsudahlah.. kini ku paham apa maksudmu. Ini pasti isyaratmu untuk mengundang Dewi malam kan? Baiklah senja, kini ku merasa nyaman akan kehadiranmu yg terlihat begitu bosan untuk sejenak berada di dekatku.

Kini, lampu dengan warna kuning tajam dari arah lawan semakin menusuk kaca mesin yg ku tumpangi. Lampu dari sudut gedung-gedung hingga warung-warung yg berbaris rapi di tepi aspal terlihat sedang berpesta menikmati gelapnya alam dengan berbagai makhuk yg bertahan di dalamnya. Bahkan, bongkahan-bongkahan aspal tua yg menepi bersama kerikil serta pasir semakin hilang dari pandanganku. Padahal sedari pagi mereka tak lelah menemaniku menapakai punggung jalanan aspal. Ah, mereka membuatku dimabuk rindu hingga merasa sendu untuk sementara menanti Raja siang kembali datang untuk menampakkan tubuh-tubuh mungil mereka.

Kembali ku kibaskan kerudung untuk sekedar membenahi rambut kepalaku yg mengintip kondisi di luar. Jaket merah yg sedari tadi mendekap ragaku kembali ku eratkan peluknya lebih kuat untuk meghisab udara hangat yg semakin berkarat. Dan kepala ini kembali bersandar pada kursi berbalut kain hijau berlabel salah satu jasa travel untuk kembali menikmati jalanan aspal tua menuju pelabuhan.























Di atas punggung jalanan aspal tua. Selepas maghrib, di atas mesin beroda menuju pulau Dewata.

4 komentar:

  1. Ribet memang bikin postingan deskripsi.
    Coba postingannya dijadikan Twit: Pasti jadinya,

    "Lagi di bus nih, tour sekolah menuju Bali."

    #AlaTwit

    BalasHapus
    Balasan
    1. mueeheehe...
      jadi gak ribet ya?! boleh-boleh.. betul itu betul *logatBali*

      Hapus
  2. pembukaannya epik banget, full optimistis wal dramatis *halahh,,
    tetep semangat yaa postingnya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. yosh! gua disemangatin... :D

      haha.. jadi ngebayangin seumpama UUD'45 pembukannya kayak begitu,

      Hapus

Udah ngejanya? thanks yak... :)))) tapi gak keren donk kalo gak koment, gak sexy donk kalo gak ngisi, koment apa aja boleh.. yg penting bisa dieja. Tinggalin jejak lu juga yak biar gak disangka Maling.. :)