Kamis, 10 April 2014

Ketika hatimu berlisan

Ketika kamu adalah air yang mengalir di sekitar nadi dan senantiasa menyejukkan ragaku. Dialah api yang membuat hatiku berkobar hebat. Namun saat mata ini merasakan dirimu yang telah jatuh hati padanya, api yg berkobar dengan warna biru penuh cemburu ini tak dapat berkobar dan hanya mampu diam dan perlahan merangkak ke arah padam, itu karenamu.. ya karenamu. Kau yg membawa kesejukan itu.

Aku memilih kehilangan satu rasa asing yg mungkin dapat kau sebut dengan "cinta" atau apapun itu, rasa yg entah sejak kapan muncul bersama bayangannya yg hadir di hadapku, ya walaupun kala itu aku paham bukan matakulah yg ia tuju. Namun aku tak paham mengapa sang waktu mempertemukannya dengan ragaku di Vema, ya Vema. Kau ingat kan, Veteran 05.


Baiklah, biarkan sejenak nafasku menghempaskan sedikit rasa sesak yg sedari tadi berhenti di pangkal kegalauanku.. *hemb...* kan ku ulangi kembali, aku lebih memilih kehilangan rasa asing itu dibanding kehilanganmu, ya kamu! kamu yg menghidupkanku. Aku paham, ini begitu berat.. bahkan lebih berat dari yg ku bayangkan sebelumnya. Namun demi Kita, tak mengapa. Bagiku ini sangatlah mudah, jika aku memang mau menganggapnya mudah, ahsudahlah.. biarkan ku sejenak kembali menatap ruang hampa di depan mata bersama nafas yg sedikit demi sedikit kembali terengah untuk menjauh dari paru-paru.

Semoga akan ada api lain yang dapat mengobarkan rasa ini kembali, bahkan mencairkan kebekuanku dalam sepi.. menghangatkanku dalam dinginnya menyendiri demi memantaskan diri di hadapan Ilahi. Aku mengerti, ya aku benar-benar mengerti isi sanubarimu ini yg  tak ingin menghancurkan tali persahabatan yg telah disimpul oleh sang waktu (ku harap kau ingat), begitu pun aku. Namun ini soal rasa, bukan soal waktu seperti kicauan yg biasa ia lisankan dalam wujud deretan huruf.


Biarkan ku menegaskan kembali bahwa ini soal rasa, ya rasa! Ini adalah persoalan yg tak patut dianggap remeh, ini tak semudah layaknya kita membalikkan telapak tangan. Dengar.. kau telah melisankan isi sanubarimu padaku, walau sebenarnya batin ini sulit menyambut kabar itu, demi kita.. tak mengapa.

Bila kau bertanya padaku bagaimana perasaannya padamu atau pun kepadaku, itu benar-benar sulit kuntaikan. Ini bukan soal rahasia, namun bukankah kau tahu bahwa dia begitu ambiguisme. Kau tak lupa kan dengan karakter yg tercetak dan menyelimuti hidupnya itu? ku harap kau masih ingat..

Tahukah kau? terkadang imajinasiku mengajakku ku pada suatu lorong waktu di mana ia memiliki rasa yg berkobar seperti yang aku rasa padanya. Saling menjaga hati demi ikrar suci di depan wali, akh.. bagiku itu sungguh membuat hatiku geli. Namun tenanglah.. kau tak perlu mendekatkan kedua alismu atau pun menekuk bibir yg biasa membentuk lengkung pelangi yg begitu hangat setiap mataku melihat. Sebab itu adalah ajakan terakhir imajinasiku tentang dia sebelum kau mensuratkkan rasamu padanya melalui tulisan yg dulu pernah kau anggap sebagai dunia kecilmu, kau masih ingat itu kan? ku harap masih..

Dan sekarang anggaplah aku baik-baik saja, seperti semboyan yg biasa kau suratkan: akuraopo. Ingat, kau adalah air yang menghidupkan hidupku agar lebih hidup. Tanpa api aku dapat bertahan, namun tanpa air nadiku tak henti mengeluh kekeringan sambil menahan dahaga yg perlahan melumpuhkan otot-ototku. Sungguh aku masih akan tetap selalu pasti sayang kalian. Ku harap  gedung persahabatan ini tak kan runtuh walau sedikit terguncang oleh rasa asing yg tak diundang.
lebih dekat peluk berat dekap hangat genggam erat Segitiga bermuda
---  -  ---  -  ---  -  --- -  ---  -  ---

2 komentar:

  1. Ah kata-katamu indah sekali... ibarat mie instan, kata-katamu itu SEDAP :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. cukup-cukup! jangan buat aku jadi malu-malu kambing.

      oh ya, mie instannya bikin kenyang kn,

      Hapus

Udah ngejanya? thanks yak... :)))) tapi gak keren donk kalo gak koment, gak sexy donk kalo gak ngisi, koment apa aja boleh.. yg penting bisa dieja. Tinggalin jejak lu juga yak biar gak disangka Maling.. :)